Ada yang menjawabnya
seperti benang, karena ia melihatnya sebagai limpahan rahmat tanpa henti, atau
penderitaan tak berakhir, ada yang menjawab ia berupa butiran karena tiap
bulirnya menghakimi atau tiap bulirnya adalah nikmat yang banyak, butirnya
membuat panik, resah atau justru lega.
Bagiku hujan adalah
yang kedua, iya... karena hujan bisa berarti butiran berkah, nasib baik, nasib
buruk, rasa sakit, rasa sayang dan kompleksitas lainnya, terlalu banyak
perasaan yang dijatuhkan dari awan, terbang dan terhempas terlalu cepat tanpa
manusia harus tahu bulir mana yang harus jadi miliknya, titik hujan mana yang
dihadirkan buatnya, yang mana hujanmu ?
Bagian 1
Hari kemaren dan
entah kapan semuanya akan berakhir, HUJAN... bulirmu adalah nasib buruk
untukku, inilah HUJANku, engkau tenggelamkan 2 petak kesederhanaan yang aku
miliki, Sudah tak lagi ramai keadaannya, mereka telah bercerai dari lubang yang
kugali, Meski belum jauh mereka melanglang buana, memang belum apa-apa, bahkan
telihat masih mengitari tepian lubang, tapi bukan dusta kawan, mereka sudah
mninggalkan aku "si empunya"
Binatang airku, liukan siripmu seperti salam perpisahan dan ucapan selamat
tinggal untukku, sinis,. Kau begitu elok jika air menenggelamkanmu, anggun
tiada terkira, menawan dengan warna emasmu ketika engkau belum pergi dari
lubang galianku, dan hari ini kau terlihat begitu angkuh, meski begitu.. Adalah
kuasa takdir maka semua orang percaya engkau takkan berdaya dipenggorengan.
Tak ingatkah engkau perenang handal, bahwa perkara-perkara tak diundang selalu
datang mengejutkan, aku kan sudah pernah mengguruimu, jika ingin kenyang perutmu,
jangan pernah meninggalkan aku meski HUJAN meluapkan air tak wajar disekelilingmu,
engkau tak mengenal alam yangg kau sebut kebebasan, buas dan ganas kawan,... disana..
banyak pemangsa menantimu, sudahlah.. betah-betah sajalah tinggal ditmpat yang
memang kubuatkan untukmu ini, percayalah ! selalu akan kutaburkan pakan kesukaanmu,
meski kadang kangkung, daun ubi dan berbagai jenis daun juga hadir di meja makanmu,
tapi kulihat.. kau tak berpantang sedikitpun, tak heran, ampas kelapapun kau
santap, dan tiap ikat daun yg kulempar takkan mninggalkan bekas meski hanya tulangnya
saja, kalian begitu rakus bukan sekali menurutku, brkali-kali wajar anggapanku,
meski begitu, takkan jadi soal bagiku, tak apalah, ini memang kewajibanku
sebagai majikanmu. Sementara belum selesai khutbahku padamu, engkau tenggelam
lalu timbul, berputar seperti pusaran air, serentak beriring-iringan, teratur
dan yang lebih menghiburku, inilah babak yang paling kusuka jika mengunjungimu,
sebenarnya aku tak pernah mengerti apa maksdmu melakukan itu semua, jelas sekali
terlihat engkau tidak menderita berdiam ditempatku, kau seolah berkata iya dan
akan mentaati kata-kataku.
Bagian II
HUJAN datang lagi, langit masih berusaha memuaskan dahaga tahah, sekarang..
Butiran-butiran itu semakin menggila, tidakkah engkau lihat.. Bumi sudah melimpah,
segala tempat kosong sudah kau isi dengan air, Ditempat binatang airku hidup, kuperhatikan,
kini air hampir melampaui batas keamanan untuk menetap, meluap begitu cepat, lebih
cepat dari dugaan akan prasangka baikku terhadap peliharaanku, saat-saat inilah
pengkhianatan akan selalu hadir untuk membantah kepercayaan, akan mnjadi suatu
bukti, Apakah khutbahku ketika menyuapimu berlaku, sempurna tuk amalkan. Lalu entah
yang memberi komando, entah darimana datangnya bermati gaya ala demonstran, meledak-ledak
ingin didengar, provokator mulai bersiasat, alami dan begitu mempengaruhi, teman-temanku
sehamparan dan secair air,. Tak usah kau hiraukan celotehnya tempo hari, ingatlah
teman-teman ! Qita disuapi hingga waktu akan membuat kita menjadi besar, gagah dan
berisi, akan datang masa dan waktunya kita semua ditukar dengan istilah
seonggok kertas yang mereka sebut uang, itulah saatnya giliran kita yang memberi
ia makan, mereka takkan mudah puas akan hal yang banyak, apalagi itu hanya
secuil, kita tinggalkan saja tempat ini, diluar sana air telah menjadi luas, jalinan
nilon-nilon kasar ini tak lagi jadi penghalang buat kita, lalu tanpa fikir-fikir
lagi "karena fikir tak diciptakan untuk mereka" tiada isyarat tapi mereka
mulai berhamburan, tak ada antrian panjang yang melelahkan akhirnya binatang-binatang
air itu menemukan pelarian yang sempurna, dibawah kandang ayam, selokan, tumpukan
sampah, semak belukar,. Tempat yang beberapa hari lalu masih berdebu, tapi karena
curah HUJAN sekaliber gempa diatas 7 SR terus menghantam tiada henti, menghendaki
basah demana-mana.
Bagian III
Aku yang tak menduga HUJAN akan begitu beringasnya mengantarkan air menggenangi
semua tempat yang lebih tnggi dari awal datangnya terus dan terus, Hingga akan
berhenti pada titik kehendak penciptanya. Aku hanya duduk jongkok sambil
menopang kedua dagu diatas spitank belakang rumah, tak jauh dari lubang
galianku. Akhirnya mereka lolos, lepas sudah harapanku.
Bagian IV
HUJAN,,, inilah butiran-butiran nasib buruk untukku, padahal baru beberapa
hari ini butiran-butianmu membahagiakanku, begitu cepat berkah berubah menjadi
musibah, dan tak perlu kusesali, HUJAN telah membawa banjir, banjir telah meloloskan
binatang-binatang airku, tiada salah dan cela untukmu, kebebasanmu telah membawaku
kepada nasib buruk dan nasib buruk akan selalu mengajarkan bahwa ujian takkan datang
diluar kemampuan seseorang, selalu didalam batas, terima kasih ya rabb yang telah
menciptakan HUJAN, binatang air, ujian, pelajaran dan begitu banyak keutamaan yang
bisa kupahami, kini kusadari.. Semuanya bukan lagi rizkiku, Ampuni ketamakan yang
menjauhkan hamba dari rasa syukur, hamba hanya merencanakan sesuatu terjadi..
Engkau juga punya rencana dan dapat kupastikan, apapun yang terjadi, baik, buruk
Sudah pasti itu rencanaMU.
https://www.facebook.com/notes/novra-dinata/apkah-hjan-brbntuk-benang-atw-butiran/156151144652
0 komentar:
Posting Komentar